Belakangan ini ramai orang membicarakan soal UU MD3 yang disahkan oleh DPR. Hal ini membuat saya tergerak untuk ikut menyampaikan pendapat saya mengenai persoalan ini. Selain menyangkut kepentingan politik (yang saya tidak mengerti), terancamnya hak demokrasi adalah hal yang membuat saya ingin menulis ini.

Hal yang perlu kamu ketahui sebelum membaca lebih lanjut adalah bahwa semua tulisan yang saya buat di blog ini adalah pemikiran pribadi saya, tidak mewakilkan golongan ataupun kelompok manapun. Tidak akan ada data-data yang akan saya paparkan secara mendalam dalam penguraian pemikiran saya. Melainkan hanya akan ada pemaparan pendapat yang sifatnya sangat subyektif. Kalau kamu ingin data, carilah langsung di portal berita yang kredibel sekalian.

Tidak mungkin kalau kamu tidak tau soal pengesahan UU MD3 oleh DPR yang belakangan ini menjadi sering dibicarakan orang-orang. Memang DPR ataupun anggotanya sudah sering diperbincangkan di masyarakat. Sudah tak terhitung kontroversi yang terjadi dengan melibatkan DPR maupun pribadi anggotanya. Lantas apa yang membuat masalah yang satu ini menjadi sangat heboh dan menjadi keresahan banyak individu dan kelompok di Indonesia?, begini..

UU yang disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu ini menjadi kontroversi di masyarakat. Beberapa pasalnya diduga mengancam hak-hak demokrasi masyarakat sipil. Dalam salah satu pasalnya, UU ini memaksa polisi untuk membantu DPR memanggil paksa orang yang akan diperiksa DPR. Besar kemungkinan hal ini dipicu oleh KPK yang enggan datang waktu dipanggil Pansus angket DPR.

Bahkan dalam pasal tersebut juga turut memperbolehkan polisi menyandera selama 30 hari orang-orang yang mangkir dari panggilan DRP. Lebih mengherankannya lagi, Pasal 122 membuat DPR dapat mempidanakan orang-orang yang dianggap merendahkan DPR maupun anggota DPR.

Padahal pasal penghinaan kepada presiden dan wakil presiden sudah dibatalkan karena dianggap membatasi hak-hak demokrasi masyarakat. Lalu kenapa DPR ngotot untuk mengesahkan UU yang membuat mereka anti kritik?. Apa beliau-beliau ini adalah manusia yang tidak tahan kritik ?. Atau ini merupakan bagian dari strategi politik ?. Entahlah saya tidak mengerti.

Yang jelas apa yang sudah dilakukan DPR ini jelas mengebiri hak-hak demokrasi masyarakat. Tentu masyarakat menolak dibungkam. Saya dengar ada rencana untuk pengajuan gugatan ke MK. Ya! Memang harus begitu. Jika tidak maka ini akan menjadi titik kemunduran demokrasi negara ini.

Kalau sampai UU ini tidak dibatalkan, maka ini akan menjadi kemunduran dalam proses pembelajaran berdemokrasi bangsa ini. Gagasan demokrasi yang digaungkan oleh abang-abang kita  (yang saat ini banyak yang duduk di kursi dewan) di periode transisi ke reformasi sudah dikhianati dengan adanya UU ini.

Ada sebuah puisi dari Wiji Thukul, begini bunyinya :
jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa

kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar

bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam

apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!

Solo, 1986
Yang berarti situasi demokrasi Indonesia saat ini sudah dirasakan oleh Wiji Thukul jauh-jauh hari. Bahkan bukan cuma Wiji Thukul, hampir seluruh warga Indonesia dibungkam dan direnggut hak demokratisnya untuk bersuara mengkritik pemerintah.

Berkaca pada perjuangan Wiji Thukul dan para penyeru perlawanan, janganlah mau dibungkam, suarakan keresahanmu dengan cara yang kamu bisa.
Continue Reading...
Diberdayakan oleh Blogger.